Take Time to Check Gauge #1

There is nothing more important to the fit of any garment you knit than an accurate stitch gauge. –June Hemmons Hiatt

Ketika hendak menulis tentang gauge ini, saya teringat buku The Principles of Knitting yang pernah saya beli. Saya pernah melihatnya sekilas. Sekilas saja. Mengapa? Karena bahasannya panjang banget. Intinya saya tidak tertarik untuk membacanya.

Sumber: http://www.knitpicks.com

Berhubung sekarang hendak membuat artikel tentang gauge, maka saya harus membaca agar bisa menulis. Saya tipe orang yang harus membaca dulu untuk bisa menulis. Kalau tidak, saya tidak bisa menulis. Hehehe. Ketika sudah mulai bisa merajut, selain syal, saya mulai rajin mengunduh pola-pola gratisan dan bajakan dari internet. Hanya mengumpulkan pola yang menarik hati saya. Saya tertarik pada pola baju dan syal segitiga lace. Entah kapan akan membuatnya dan bisa atau tidak, itu urusan belakangan. Yang penting saya punya polanya dahulu. Itu pemikiran saya pada saat itu. Setelah mengunduh, saya pun membaca-baca pola itu, antara mengerti tidak mengerti. Salah satu kalimat yang selalu ada di awal penjelasan pola adalah peringatan dari pembuat pola,

Take time to check gauge

Awalnya saya tidak mengerti apa manfaat gauge ini. Saya pikir, tanpa gauge pun akan baik-baik saja. Jadi, ketika saya sudah jatuh cinta pada sebuah pola dan ingin membuatnya, saya langsung hajar bleh saja membuatnya. Ada yang berhasil, banyak juga yang gagal dan jadi projek mangkrak yang tidak pernah terselesaikan. Berbicara tentang gauge, berarti kita mulai bicara tentang salah satu hal terpenting dalam merajut, selain teknik, gauge adalah salah satu penentu keberhasilan kita dalam merajut. Saya pernah merajut syal pesanan, dengan benang yang lebih kecil tanpa terlebih dahulu menyesuaikan gaugenya, dan selamat, rajutan saya gagal, benang kurang, hasil tidak maksimal seperti gambarnya. Bayangkan waktu dan tenaga yang sudah dibuang mana hasilnya tidak sesuai harapan pula. Ah, sedih, pokoknya, mah. Karena itulah, mengecek gauge sangat disarankan untuk menghemat waktu kita dan mendapatkan hasil sesuai yang kita inginkan. Memang, terkesan memperlama dan menambah pekerjaan. Tetapi, sebenarnya ini malah mempercepat dan menurunkan risiko kegagalan projek yang dikerjakan. Mirip-miriplah sama metode penelitian kalau kita mau meneliti sesuatu. Kalo metodenya sudah pas dan tepat, eksekusi penelitian akan lebih mudah dan cepat. Eh, jadi apa sih gauge itu? Sejenis makanan, kueh, bolu, atau apa? Mari kita buka buku babon kita, The Principles of Knitting, karya June Hemmons Hiatt. Gauge is a pair of numbers that tells you how many stitches and row there are in every inch of a knitted fabric. This information is found by making a gauge swatch, a small sample of the fabric and then measuring it and doing a few simple math calculation. Haish. Bahasa Inggris, sok keren begini. Hehehe. Kalau diterjemahkan kurang lebih begini. Gauge adalah angka-angka yang memberikan informasi kepada kita berapa banyak tusuk dan baris yang ada dalam setiap inci/cm dari kain atau hasil rajutan. Informasi ini bisa kita dapatkan dengan membuat gauge swatch, sampel rajutan kecil (biasanya berbentuk kotak berukuran 15-20 cm) lalu mengukur berapa tusuk dan baris di dalamnya dan melakukan sedikit hitungan matematis sederhana untuk menentukan gauge.

Contoh Gauge menggunakan jarum yang berbeda ukuran pada satu benang yang sama. Saya menggunakan Cashmillon Super Soft Yarn

Saya pun membaca bahasan gauge dalam buku itu. Dan saya cengar-cengir sendiri karena jelas sekali dikupas semua kesalahan saya akibat tidak mengecek gauge ketika mengerjakan projek. Semuanya disebutkan tanpa kecuali. Dari yang hasil rajutan kependekan, tidak proporsional, longgar, kelebihan, sebut saja, saya pernah melakukannya. Tanpa saya sadari, sebenarnya secara intuitif saya belajar, ada hal-hal yang menyebabkan hasil rajutan menjadi berbeda. Contoh kasus, penggunaan jarum rajut, dalam hal ini menggunakan stik sirkular dan stik dpn. Meskipun ukurannya sama, tapi output hasil rajutannya benar-benar berbeda. Ini terjadi ketika saya mengerjakan syal pesanan teman saya. Saya membuat syal berbentuk tubular dengan tujuan agar syal lebih tebal dan hangat daripada syal datar dan flat biasa. Awalnya saya menggunakan dpn dengan bahan alumunium untuk membuat sebuah syal bentuk tube, lalu demi alasan kepraktisan saya menggantinya dengan stik sirkular dengan bahan bambu, hasilnya benar-benar berbeda dari kerapatan dan kelurusan. Ketika menggunakan dpn, rasanya tepat dan bagus, tetapi ketika menggunakan sirkular, hasilnya menjadi agak miring dan menjadi terlalu rapat.

Saya akan mengulas tentang gauge ini sesuai dengan buku The Principles of Knitting. Saya akan memecahnya menjadi beberapa tulisan. Mengingat uraian dalam bukunya dibahas dalam satu bab tersendiri (26 halaman dengan kertas ukuran letter). Doakan saya bisa istiqamah membahasnya. Mengingat saya ini orangnya angot-angotan sekali. Lima Variabel yang Mempengaruhi Gauge (Ya Rabb, saya tidak menemukan bahasa yang lebih populer dari ini, ya. Kenapa jadi resmi sekali seperti buku teks) Ketika saya membaca bahasan gauge di buku The Principles of Knitting, ternyata memang ada lima variabel yang bisa mempengaruhi gauge, yaitu, tangan kita, jarum yang kita gunakan, metode merajut yang kita lakukan, jenis benang yang digunakan, dan tusuk atau pola warna yang kita pilih. Menurut June, jika salah satu variabel itu berubah, maka gaugenya juga berubah. Dan hal itu terbukti pada syal rajutan saya. Meskipun gagal (setidaknya menurut saya), tapi setidaknya akhirnya saya belajar. Perlu konsisten dalam penggunaan alat dalam satu projek. Kesalahan saya ini tepat seperti yang dibahas Judy. Yuk kita coba ulas satu per satu

  1. Tangan (cara kita memegang benang dan jarum) – Cara kita memegang benang untuk dirajut turut menentukan gauge rajutan. Kalau istilah saya, tangan kita harus bisa menemukan irama yang tepat dan konstan dalam merajut. Cara kita menarik dan mengulur benang serta memainkan jarum rajut. Jika sudah ketemu irama yang tepat, maka hasil rajutan kita konsisten seragam. Jika belum ketemu iramanya maka hasil rajutannya tidak seragam. Nah, setiap orang punya irama yang berbeda. Hasil rajutan saya belum tentu sama dengan hasil rajutan orang lain meskipun kita menggunakan pola yang sama. Jadi, ketika mulai merajut, temukan irama tangan kita dengan benang dan alat yang digunakan.
  1. Jarum – Selain cara memegang benang, ukuran jarum yang kita gunakan juga berpengaruh pada gauge rajutan. Selain ukuran, ternyata bahan jarum juga berpengaruh. Bahan jarum rajut ada yang dari alumunium, besi, bambu, kayu, dan plastik. Seperti cerita saya sebelumnya tentang syal yang saya buat. Awalnya saya tidak paham mengapa begitu, padahal toh ukurannya sama. Ketika saya ganti lagi alat rajutnya, ternyata kembali hasil rajutannya sama seperti yang awal saya rajut. Jadi asumsi saya, jenis alat berpengaruh pada hasil rajutan (dalam kasus saya sirkular dan dpn). Menurut buku The Principles of Knitting, iya memang itu berpengaruh. Material jarum akan berpengaruh pada tarik ulur benang ketika dirajut. Bahan metal seperti alumunium atau stainles cenderung licin sehingga benang lebih mudah ditarik ulur, sedangkan bahan dari bambu atau kayu cenderung seret sehingga agak sulit ditarik ulur. Hal yang perlu dicermati, perubahan jarum (meskipun dari ukuran yang sama) akan bisa mengubah gauge rajutan. Termasuk produsen jarumnya, pasti ada bedanya antara semisal menggunakan jarum merek A, B, atau C. Itu juga ternyata berpengaruh pada gauge rajutan. Ih, ribet banget, yak.
  1. Metode merajut – Metode alias cara merajut yang kita gunakan juga akan mempengaruhi gauge. Jika ada perubahan cara merajut, pasti akan keliatan di rajutan. Seperti kelihatan kendor atau ada sela seperti garis. Bisa langsung keliatan dari sisi belakang atau sisi depan. Itu juga akan secara otomatis terjadi jika kita mengubah cara memegang benang. Yang terpenting bukan pada cara memegang benang (di kanan atau di kiri) merajut secara mendatar atau sirkular, tetapi intinya adalah pada konsistensi kita dalam merajut. Kita harus sekonsisten mungkin agar kita bisa mendapatkan gauge yang akurat.
  1. Benang – Jenis benang, pasti sangat mempengaruhi gauge. Semakin tebal benang, semakin sedikit tusuk dan baris per cm-nya. Sebaliknya, semakin tipis benang maka semakin banyak tusuk dan baris per cm-nya. Bahkan pada benang dengan ukuran yang sama pun bisa saja berbeda gaugenya. Mengapa? Karena warna (jenis celupan) terkadang bisa juga berpengaruh pada volume benang. Mungkin tebalnya sama, tetapi jumlah pilinan benang penyusunnya berbeda pun akan menghasilkan gauge yang berbeda. Jadi, jika hendak menggunakan aneka warna benang, tetap coba buat sampel rajutan untuk menentukan gauge baru.
  1. Pola – Pola yang sama belum tentu akan menghasilkan hasil rajutan yang sama seperti dalam pola, meskipun menggunakan benang dengan merek yang sama seperti yang digunakan perancangnya (apalagi yang berbeda?). Secara penampakan boleh mirip, tetapi jika dilihat lebih saksama pasti ada perbedaan dalam hal eksekusi pada tusuk rajutan, bolong-bolong lace, kabel, atau motif rajutan lainnya. Ada yang mungkin tidak serapat pola aslinya dalam tusuk purl dan knit, tetapi dia bagus dalam teknik lace, dan semacamnya. Kadang salah memasukkan jarum (harusnya dari depan tetapi dimasukkan dari belakang) juga akan menghasilkan efek yang berbeda. Belum lagi kalau kita mau menambahkan aksesori seperti misalnya pakai mote atau beads atau sequin, gaugenya beda lagi. Untuk kesempurnaan projek, maka sebaiknya memang dibuat lagi swatchingnya.

Kalau berdasarkan penjelasan itu, ngeri juga ya. Kebayang dong, harus bikin sampel swatch pola banyak banget. Itu kalau kita ingin hasil rajutan kita akurat. Penting juga dilakukan kalau kita ingin mendesain baju. Jika kita ingin mendapatkan gauge yang akurat, akan saya bahas pada tulisan selanjutnya.