Belakangan ini, bahasan tentang plagiat cukup ramai di linimasa fb. Awal mulanya ada seorang crafter yang karyanya diplagiat. Dan bahasan pun jadi berkembang panjang lebar dan menurut pendapatku malah akhirnya menjadi drama dan bahan pembicaraan yang tak henti-henti.
Nah, yang akhirnya yang mampir di pikiranku adalah orang-orang yang berkomentar dan saling sindir menyindir. Bukannya membahas tentang plagiatnya dan bagaimana berkarya lebih, malah akhirnya jadi sindir menyindir pribadi orang lain. Menurutku, yo wes, to. Yang menyindir juga belum tentu lebih baik dari yang disindir. Kalo yang disindirnya ngerasa mendingan, kalo engga ngerasa, duh, kayaknya kok ngabis-ngabisin kuota buat saling berbalas komen dengan maksud menyindir pribadi orang lain.
Termasuk postingan ini juga. Soal kejadian pekan lalu, iya aku tidak setuju dengan plagiat, tapi menurutku yang diplagiat, mbok ya jangan reaktif lalu drama. Kesannya kekanak-kanakkan dan malah akhirnya akan jadi bahan bulian sejagat crafter dunia maya. Dan bener, kejadiannya malah jadi berlarut-larut dan belum selesai sampai sekarang. Masih aja bahas itu dan akhirnya malah menyerang pribadi orang yang berbeda pendapat. Menurutku, kurang fair juga bagi orang yang diserangnya.
Berkomentar sok manis tapi “jahat” juga tidak menyelesaikan masalah, malah menambah urusan dan membuat hati kotor. Seolah-olah, yang berkomentarlah yang benar dan yang berpendapat beda yang salah. Padahal bisa jadi keduanya ada benarnya dan keduanya ada salahnya.
Aku galau dan kepikiran terus. Karena memuaskan rasa penasaran dengan membaca-baca status dan komentar yang berkaitan dengan geger akhir pekan lalu. Enggak penting, kan.
Ini juga jadi pelajaran berharga buatku, untuk tidak terlalu reaktif dan drama dengan media sosial. Ya ampun, komentar orang di media sosial itu ampuuuun. Membuat hati kotor.
Mungkin, seperti kata Aa Gym, harta, termasuk harta kekayaan intelektual, itu titipan. Inspirasi itu titipan yang Allah mampirkan kepada kita, lalu Allah menggerakkan tangan kita untuk membuatnya menjadi nyata. Dan sangat mungkin bagi Allah untuk memampirkan inspirasi yang sama kepada orang lain untuk menjadikannya nyata dan hasilnya serupa dengan apa yang kita buat. Husnuzhannya gitu.
Lalu, aku pun googling tentang plagiasi, dan mampirlah ke blognya mba Prapti di www.nupinupi.com
Teks berikut ini adalah murni salin rekat alias kopi paste dari blognya mba Prapti.
- Apakah dia akan menghabiskan energi dengan mencak-mencak, berkeluh kesah, menjelek-jelekkan orang tersebut di hadapan orang banyak, atau bahkan melabrak, atau…
- Dia tetap terus berkarya, sambil memikirkan tindakan preventif, agar produknya tidak mudah dijiplak
- Benarkah itu murni ideku? atau itu juga cuma hasil menjiplak karya orang lain? #Ngaca dong
- Benarkah aku marah karena merasa rugi? Rugi apa? Atau sebenarnya hanya takut kalah saing dengan si penjiplak?
- Apakah marah-marah, berkeluhkesah itu menyelesaikan masalah?
Kalau memang tidak mau dijiplak, buat barang/kreasi serumit mungkin, sehingga orang males banget mau menjiplak, meskipun barang tersebut laku keras. Atau, dipatenkan sekalian kalau punya uang.
Ini bukan berarti saya masa bodoh dengan penjiplakan ya. Saya peduli, tapi saya lihat dulu levelnya. Kalau plagiator cuma level pemula, paling saya jempoli saja fotonya, atau saya komentari…”waah..bagus ya….” hahahahha. Padahal itu foto saya. Karena, lebih baik saya mengurus hal lain yang prioritasnya lebih tinggi, ya kan?! Tapi, kalau si plagiator sudah level kebangetan…tentu saya akan bertindak.
Saya memaklumi, plagiarisme di dunia craft/seni itu sangat elastis peraturannya. Maksudnya, apa dan bagaimana itu tergantung situasi dan masing-masing personal. Tidak ada kebakuan aturan kecuali satu-dua aturan. Salah satunya tidak boleh meng-copas foto untuk diklaim itu miliknya. Saya memaklumi, tapi bukan berarti mendukungnya. Saya tetap akan men-cap…”tuh orang bodoh”, karena punya hobi plagiat (kasus jiplak desain JPB —-> Jiplak Plek Bingits). Kalau itu dilakukan terus-terusan, kapan pinternya?! Selamanya dia akan menjadi follower…tak lebih. Hanya seperti butiran pasir di padang pasir luas. Tak terlihat, karena memang sama dengan lainnya, tak ada yang istimewa/menonjol. Mau menonjol? Ubah diri menjadi batu atau semak. Lebih menonjol lagi,menjadi oase… Jelas itu akan menjadi magnet, sekaligus bermanfaat bagi makhluk lain yang kehausan.
Paket Belajar Flanel Nupinupi itu adalah usaha saya untuk memproteksi penjiplakan produk/kreasi Nupinupi. Dulu saya sering kesal, karena kreasi-kreasi saya (yang saya klaim orisinal ^^v #beberapa), dari foto sampai desainnya di copas. Tapi saya menyadari, itu risiko “menaruh” foto di internet. Kalau saya tidak mau foto-foto saya di copas, jangan di uplod di internet.
Tapi saya butuh menguplod foto-foto produk saya di internet supaya bisa menjualnya. Bagaimana caranya, supaya saya asik-asik saja meskipun desain saya di copas? “Aha!” Jual saja desainnya. Mau di copas modelnya? Monggooo… Sudah di bayar ini. Tapi kalau yang meniru desainnya bukan pembeli PBF? Tak masalaah. Dia malah bantu populerin desain saya dengan menjiplaknya ^^
Coba kalau saya dulu cuma sibuk melabrak satu-satu orang yang meng-copas foto atau menjiplak desain kreasi saya? Saya tidak akan seberuntung sekarang, hehehehe….
Sebelum saya akhiri, supaya tidak banyak pertanyaan seragam, “Siapa sih plagiator yang dimaksud dalam tulisan ini?” Kalau teman-teman hanya menyimpan foto produk, lalu di contoh untuk belajar sendiri, itu sih bukan plagiator. Itu memang bagian dari proses belajar seorang crafter. Meniru dulu, baru kemudian mampu menciptakan model sendiri… Lalu, kalau produk tiruan tersebut juga dijual? Kalau saya pribadi, tak masalah. Karena memang Paket Belajar Flanel Nupinupi atau tutorial gratisnya boleh dijiplak dan hasil kreasinya dijual. Karena biasanya kita tahu, “ooh..ini pencetus idenya adalah si A”. Yang tidak boleh adalah meng-copas foto-foto saya, baik foto kreasi maupun foto bahan, lalu diklaim itu kreasinya. Lalu, yang seperti apa yang tidak boleh? Apaa yaa? Hahahaha, saya sendiri juga bingung, karena standarnya tidak akurat, dan sifatnya fleksibel. Asal pencipta desain mengijinkan, halal – sah… Tapi kalau tidak, haram, dan kadang mendapat tambahan makian. Hehehe.Yah, mungkin kita yang harus pandai-pandai memilah, seperti ini boleh atau tidak, seperti itu merugikan pencipta ide awal atau tidak, seperti ini mengganggu orang lain atau tidak. Memang tidak ada aturan tertulis atau aturan jelas, tapi semestinya kita bisa memahami, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Caranya mudah, jadikan diri sendiri sebagai patokan. Kalau orang lain melakukan hal ini terhadap saya, saya bisa menerima/marah tidak? Kalau anda sendiri pencontek, lalu ada orang lain yang mencontek kreasi anda, dan anda marah-marah…ada yang tidak beres dengan otak anda.
Setuju, tidak setuju…tetap akur ^^v